HUJAN KACA
Ruangan
sunyi mencekam, aku terbisu di dalam.
Serpihan
kaca bertaburan dari langit.
aku hanya
mengernyit, lalu membesit.
Bersama kain
yang berbekas bercak merah, aku tak tau
karena kelakuanmu yang parah.
Tak naas kau
tak tewas di tengah keadaan yang memanas,
Aku yang
baru sadar memaksamu berikrar agar kekonyolanmu tak berakar.
Kini giliran
aku yang membeku menatap tak berpaku, beku dan sayu.
Menambah
bercak merah di kain merah yang tabah.
Sambil menganalisa
seseorang yang berbisa.
Kau fikir
aku bego? Aku dongo? Peko?.
Ini terlalu
suci untuk kau jadikan alibi dan aku tau apa yang sebenarnya terjadi.
Sampah,,,sumpah
serapah seakan mengalah, tertahan di bibir meski sebenarnya ingin bergulir.
harusnya kau
syukuri aku mengerti, harusnya kau terbenam aku tak dendam.
Tapi kini aku
tau, kau tak punya urat malu, bak setan tak berperasaan.
Namun ku
beranikan menengadah, karena hujan kaca ini sudah ku baca.
Perlahan
berjatuhan yang sudah menjadi aturan Tuhan, aku berusaha bertahan tetap
bertahan.
Dan Tuhan
telah beri ku teman untuk secercah harapan.
Aku sayang
kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar